Friday, December 13, 2013

Parent with No Property (8 inspirasi dari Han Hee-Seok)

Mengubah diri sendiri menjadi orang tua yang lebih baik

Pak Han menemukan satu-satunya kebahagiaan hidup pada saat minum bir sampai mabuk. Namun ia memutuskan berhenti minum alkohol. Mengetahui bahwa kondisi kesehatan mentalnya bisa merusak cita-cita mereka, dia rajin menjalani pengobatan dan belajar mengendalikan emosinya yang meledak-ledak. Di tengah perasaan sebagai penulis yang gagal total, Pak Han bangkit dan merumuskan tujuan hidup yang jelas demi anak-anak. Dari tulisannya, terbaca Pak Han tetap memelihara rasa humornya, terutama dengan menertawakan diri sendiri.

 
Bersikap optimis dan berpikir positif karena anak akan meniru orang tua

Pak Han mengingatkan bahwa apapun pekerjaan, kebiasaan, gaya hidup, pandangan hidup, arti kesuksesan/kegagalan orang tua akan ditiru secara alamiah oleh anak-anaknya. Orang tua yang sukses dalam profesinya akan mendukung anaknya memilih profesi yang sama, sementara itu anaknya secara alami juga akan memandang profesi tersebut sebagai bukti keberhasilan hidup (jadi nggak heran ya, anak Presiden kepingin juga jadi presiden). Sedangkan orang tua yang merasa gagal dalam pekerjaannya akan melarang anaknya melakukan pekerjaan yang sama, karena secara umum orang tua tersebut merasa tidak mengetahui atau memiliki apa yang diperlukan untuk menjadi sukses. Jadi sebaiknya orang tua harus berusaha menjadi representasi suatu keberhasilan atau kesuksesan hingga anak-anak punya keyakinan terhadap ortu dan dirinya sendiri.

 
“Tak usah malu. Demi anakmu, banyaklah belajar dan bertanya kepada ahlinya”

Pak Han sadar, dia bukan orang tua yang tahu segalanya, terutama tentang pendidikan akademis. Karena itu ia tidak ragu menghubungi dan bertanya kepada berbagai pihak yang menurutnya bisa memberikan pencerahan. Dia terinspirasi para pelatih baseball dan berbesar hati karena para pelatih terbaik umumnya dahulu bukan merupakan pemain bintang. Dia banyak membaca mengenai apa yang harus dilakukan seorang pelatih olahraga. Kesimpulannya, untuk mencetak seorang pemain bintang maka dia harus berperan sebagai pelatih yang tegas, disiplin, dan obyektif; bukan sebagai orangtua yang sering dibiaskan oleh perasaan.

Ketika Pak Han bingung darimana harus memulai sebagai pelatih belajar bagi Geoul, dia menelpon keponakannya dan mendapat pencerahan: ingatkan anak untuk selalu menatap guru ketika guru menerangkan materi karena daya ingat anak akan lebih kuat ketika kenangannya diperkaya dengan intonasi, ekspresi dan gerakan tambahan dari sang guru. “Paman, dorong Geoul untuk bertanya langsung kepada guru di luar sesi pelajaran ketika mendapati kesulitan” demikian kira-kira saran berikutnya dari sang keponakan.

Selain itu, suruhlah anak membuat catatan pribadi pada buku pelajaran. Catatan pribadi itu bisa berupa coretan, singkatan, angka atau apapun yang membantu anak memahami serta mengingat kembali konsep yang diajarkan.

Geoul pernah diminta Pak Han untuk membandingkan buku teks pelajarannya dengan buku pelajaran siswa rangking 1 di sekolahnya. Perbedaannya nyata: buku teks anak rangking 1 dipenuhi berbagai tulisan, coretan, gambar, dan komik yang menunjukkan proses pengolahan dan penyimpanan informasi yang berlangsung dalam otak anak itu, sementara buku teks milik Geoul terlihat putih bersih, bagai belum pernah digunakan. Sejak Geoul belajar membuat catatan pribadi di buku teks, hasil ujiannya sedikit demi sedikit meningkat.

Pak Han juga meminta nasihat dari beberapa orang lainnya yang dianggap lebih paham mengenai daftar buku sastra yang direkomendasikan dan cara belajar bahasa Inggris yang efektif. Intinya, Pak Han tidak ragu dan malu untuk mencari bantuan serta menambah pengetahuannya sebagai orang tua.

 
Berusaha memahami anak-anak

Meskipun membuat kupingnya panas, Pak Han berusaha mengerti bahasa anak-anak dan berbicara dalam bahasa mereka  dengan cara menguping pembicaraan remaja di kendaraan umum, restoran, dll.  Pada dasarnya, remaja menggunakan kata-kata umpatan sebagai subyek, predikat, kata sifat dan sekaligus kata keterangan dalam kalimat mereka. Pak Han juga belajar menyukai makanan kesukaan anak agar anak merasa bahwa mereka bisa berteman. Ketika terjadi permasalahan yang pelik, Pak Han biasanya memancing solusi dari anak dengan cara bercerita kisahnya sendiri di masa kecilnya . Waktu yang pas untuk berkomunikasi dari hati ke hati dengan anak adalah saat kedua pihak sedang tidak marah. Pak Han mengajak Geoul bersantai dengan berjalan-jalan dan hiking untuk berdiskusi.  

 
Jeli melihat peluang pembelajaran dan pengayaan pengalaman anak melalui fasilitas dan acara gratis

Ketika kita sudah kepepet, maka kita akan menjadi kreatif. Karena keterbatasan biaya, Pak Han dan anak-anak merencanakan acara liburan seru  berbiaya rendah. Pak Han memanfaatkan acara dokumenter di TV sebagai salah satu media belajar bagi anak-anaknya. Meskipun awalnya mengomel, tapi lama-kelamaan anak-anaknya menyukai acara tamasya mereka ke museum/galeri dan pertunjukan seni (musik, drama, instalasi, dll).  Pak Han juga rajin mengunjungi perpustakaan di kotanya untuk meminjam buku-buku pilihan yang berkualitas.


Mengajak anak suka membaca koran

Pak Han ingat bahwa meskipun ia sendiri tidak pandai, tapi sejak kecil ia suka membaca koran. Hal itulah yang menyelamatkannya dari jurang kebodohan dan memberikan bekal baginya sebagai seorang penulis. Karena itulah Pak Han menyuruh Geoul membaca kliping kolom dari 2 koran terbaik di kotanya. Selama 2 bulan Pak Han menyusun kliping itu dari hari ke hari, tapi Geoul tidak kunjung membaca satu halaman pun. Setelah pembicaraan yang serius dengan sang ayah, dengan enggan Geoul akhirnya mulai membaca kliping kolom koran tersebut hingga suatu saat ia bertanya pada Pak Han, “Ayah, apa pendapat Ayah tentang hukuman mati?” Berbagai materi kliping koran yang dipilih Pak Han menjadi pencetus diskusi hangat di antara mereka.  Geoul juga mulai gemar membaca setelah Pak Han membacakan sebuah buku yang sangat menarik setelah makan malam. Bahkan ketika Geoul tidak memiliki waktu untuk membaca sendiri, Pak Han membacakan buku selama Geoul makan.


Menumbuhkan empati dan dukungan untuk anggota keluarga

Sedemikian telaten dan konsistennya Pak Han dan keluarga dalam memastikan kesuksesan Geoul maka ketika musim ujian akan tiba, Pak Han memberlakukan masa reses selama 20 hari sebelum hari ujian (conditioning). Tidak ada TV bagi seluruh anggota keluarga dan tidak ada kegiatan lain selain belajar. “Umumnya anak-anak akan gelisah dan mondar-mandir tidak jelas selama beberapa hari pertama, tapi setelah mereka terbiasa mereka akan belajar dengan tekun dengan sendirinya. Saya melihat bahwa anak yang malas sekalipun, pada saat SMA kelas 3 akan terpaksa belajar karena tidak ada teman untuk diajak bermain,” demikian kutipan pernyataan Pak Han.  Di kala lain, ketika Pak Han sedang kecewa karena karyanya ditolak penerbit, Geoul lah yang menghibur dan menumbuhkan semangat untuk ayahnya.


Memastikan anak-anak cukup istirahat dan mengenali cara terbaik mengatasi tekanan

Meski terlihat keras dan disiplin, Pak Han selalu memastikan anak-anak memperoleh jam tidur yang memadai. Rata-rata anak SMA di Korea Selatan baru sampai di rumah jam 10 malam setelah mengikuti les atau belajar di perpustakaan. Setelah itu mereka masih harus menyelesaikan PR sekolah sehingga umumnya mereka tidur lewat tengah malam. Untungnya, anak-anak Korea Selatan masih bisa tidur sekitar 7 jam 32 menit karena nggak masuk jam 06.30 pagi seperti anak sekolah negeri di Indonesia, hehe..

 
Tips yang tidak biasa dari Pak Han untuk Geoul adalah ketika Geoul merasa tertekan dan terbebani dengan kesibukan belajar di sekolah, justru kurangilah kegiatan di sekolah. “Ketika sibuk, pulanglah ke rumah,” katanya.  Tips lainnya, “Tidak apa-apa anak kita hanya peringkat 2 atau 3 atau 4, asalkan dia pernah menjadi peringkat 1 agar dia bisa memahami apa yang diperlukan untuk menjadi yang terbaik”.

No comments:

Post a Comment