Friday, December 12, 2014

Anakku, Ibu rindu!



Malam semakin larut. Lebih dari jam 10. Anakku belum pulang. Dia sudah bukan anak-anak atau remaja lagi. Tapi aku masih merasa ingin menunggunya. Sekedar menyapanya, menanyakan kabarnya hari ini.

Anakku yang cantik. Anakku yang baik. Anakku yang mandiri karena keadaan. Kudidik dia dalam diamku. Dalam setiap sen yang aku khususkan untuk sekolahnya, kursusnya, buku-bukunya, latihan basketnya. Dalam soto ayam, nasi goreng bawang dan ketoprak kesukaannya. Dalam kesederhaan.

Aku bukan orang modern, aku orang kuno. Yang menganggap kerja lebih baik daripada kata-kata. Yang berprinsip tak perlu mimpi tinggi-tinggi, yang penting hidup mandiri. Yang merasa dosa jika jadi orang kaya. Tapi entah bagaimana (mungkin karena doaku juga), anakku tumbuh pesat, liar, dan bercabang ke mana-mana. Dia adalah anak pembelajar yang cerdas memahami keadaan, berdasarkan pengamatan dan pendengarannya sendiri karena tak pernah banyak aku jelaskan. Dia adalah anak peniru yang kreatif. Dia adalah anak penjelajah yang bermimpi jalan-jalan ke sudut dunia. Dia pemimpi yang pandai mengukur diri, sabar menenun dahulu sayap-sayapnya sampai siap terbang ke dirgantara.

40 tahun sudah usianya. Anakku yang cantik. Anakku yang baik. Anakku yang mandiri. Bukan anak-anak atau remaja lagi. Tapi aku masih ingin menunggunya pulang kantor malam ini. Tadi pagi dia pamit. Ada rapat sampai malam, katanya. Dia pamit seperti beberapa hari sebelumnya, “Maaf, Ibuk aku tinggal, aku ada kerjaan ke luar kota. Aku titip Lintang yo, Buk, dia sedang ujian.” Entah kemana lagi dia menuju pada esok hari. Mudah-mudahan kau bahagia, Nak, batinku.

Selama seminggu ini aku mengunjunginya di Ibukota, baru beberapa kali saja aku bisa berbincang dengannya. Pulang kantor, anakku terlihat capek. Setelah menyapaku beberapa kalimat standar, dia mengalihkan perhatian kepada Lintang lalu kepada suaminya. Lalu kepada si Mbok tentang detil rencana esok hari yang sibuk, perlu ini itu. Kemungkinan terbaik: aku hanya mendapatkan sisa dari harinya yang panjang dan melelahkan. Terburuk: dia duduk, diam menatap layar televisi tanpa berkata-kata membiarkanku menuju kamar untuk mendahuluinya tidur.

Aku lebih sering ngobrol dengan si Mbok. Atau dengan Lintang, sepulang dia sekolah. Atau besanku ketika mereka berkunjung. Atau si Emak penjual mainan di depan SD sebelah rumah anakku. Atau Bu Kardi, penjual gorengan di Gang IV. Aku bercakap dengan anakku melalui mata dan mulut mereka yang mengenalnya. Begitu juga sebaliknya, mereka mengenal anakku melalui aku saking jarangnya mereka bersua.

Dari mereka itu aku tau anakku mestinya baik-baik saja, sehat, dan sukses-sukses saja. Syukurlah jika memang begitu karena tak pernah dia mengeluh atau menangis, kecuali 2 kali. Pernah dia menelpon, mengeluhkan kondisi kantor dan bosnya yang menyebalkan. Aku kaget, baru sekali itu dia punya masalah dan minta didengarkan. Ternyata aku masih berguna juga, meski hanya sebagai pendengar. Kali lain, dia menangis karena marah kepadaku. Dia merasa frustasi karena aku menolak bantuannya untuk bersih-bersih rumahku yang memang sudah reyot, kumuh tak terurus dan penuh oleh segala macam barang yang kukuh aku pertahankan.

Malam semakin larut. Surya, suami anakku dan Lintang, cucuku, sudah merapat ke kamar masing-masing. Tanpa dongeng sebelum tidur. Tapi anakku belum pulang juga. Inikah dunia baru itu? Dunia di mana waktu semakin tak bermakna. Siang dan malam tak lagi berganti-ganti karena selalu diisi kerja dan kerja. Inikah dunianya? Dunia di mana dia tidak sempat lagi memasak soto ayam, nasi goreng, atau ketoprak untuk anaknya. Ah, aku tidak tahu. Mungkin aku yang keliru. Dunia zaman sekarang tidak perlu lagi bukti cinta berupa soto ayam, nasi goreng, atau ketoprak. Mungkin aypon dan jalan-jalan ke luar negeri sudah menggantikan menu-menu kesayangan itu.

Wulan --anakku yang cantik, baik hati dan mandiri-- belum pulang. Aku masih menunggu. Aku ingin yakin bahwa ia baik-baik saja, sehat, dan sukses-sukses saja. Dengan demikian, dongeng sebelum tidur yang terlewat dan soto ayam yang belum sempat diracik itu sepadan dengan kebahagiaannya atas kehidupan yang penuh makna. Semakin dia bahagia, semakin aku lega bahwa telah kuwariskan sedikit kebaikan baginya. Bukan warisan (risiko) penyakit, postur, dan cara bertutur saja.

Malam ini aku akan tetap menunggu. Tak peduli berapa umur anakku, aku tetap merindu. Aku tahu dia akan lebih lelah dari biasanya. Tak apa, Nak. Senyum dan sapa singkatmu nanti akan cukup bagiku.

Ibu tunggu karena Ibu rindu.

Wawancara Kerja: Mencari Partner Terbaik



Beberapa waktu lalu, kantor gw membuka lowker setara management trainee (yang diharapkan bisa langsung terbang mengangkasa dan berbakti untuk negara) serta posisi general administrator (yang akan menjamin urusan internal organisasi tertata dengan baik sesuai standar nasional). Perekrutan tsb merupakan hajatan besar demi mendukung suksesnya pencapaian misi kantor gw yang berdiri 2 tahun lalu. Seluruh teman outsourcing di tim gw direkomendasikan untuk bisa mengikuti seleksi.

Pada tahap seleksi ke sekian, panitia seleksi memerlukan banyak pegawai minimal manajer untuk mewawancarai ratusan calon pegawai level general administrator itu. Di situ lah gw ikutan dicemplungin memeriahkan hajatan kantor. Gw sebelumnya udah pernah sih mewawancarai calon tenaga outsourcing yang akan bergabung di tim kami. Tapi gw tetep deg-degan pas diminta wawancara calon pegawai beneran. Urusannya serius nih.

Gw belom pernah dapet pelatihan atau training gimana jadi pewawancara yang baik dan benar. Selama ini pake feeling dan nalar aja sih hihihi. Untungnya ampir semua tenaga outsourcing rekrutan yg gw lulusin emang kerjanya bagus daaaaan....terbukti beberapa tahun kemudian dapet offering  sebagai pegawai tetap di kantor lain. Mereka resign dengan happy  karena dapet kesempatan lebih bagus. Tinggallah gw kudu wawancara lagi mencari penggantinya. Emang gampang cari gantinya? Hiks.

Sebenernya peran gw dalam wawancara calon GA itu adalah sebagai perwakilan user. Jadi masih legitimate lah ya, terlebih kami diberikan guide sheet mengenai apa aja yang mesti dinilai dari para calon. Standar sih. Integritas yang ditandai perilaku tertentu yang sesuai ama nilai strategis kantor (gw jadi ngapalin dulu dweh) dan kompetensi dari sisi administrasi. Setiap tim pewawancara dapat jatah 10 calon/hari, maksimal 40 menit untuk masing-masing calon.

Karena yang diwawancara adalah anak-anak muda minimal lulusan D3 s.d. 24 tahun, jadinya wawancaranya nggak perlu angker. Partner wawancara gw, Pak X, orangnya sih agak serius. Soalnya dia auditor, jadi bawaannya nyelidik melulu, hehehe. Temen gw, pewawancara di tim lain, emang rada-rada gokil. Pas satu kandidat menjawab bahwa hobinya adalah origami, langsung disuruh bikin origami sambil ditanya-tanya (jangan-jangan mau ngetes, bisa multitasking  ngga yaa).

Gokil atau serius, sebenernya tujuan dari wawancara adalah menggali lebih dalam mengenai sosok kandidat secara lebih menyeluruh untuk melengkapi hasil asesmen sebelumnya. Asesmen mencakup serangkaian tes psikologi dan tes pengetahuan. Caranya bisa dengan berbagai macam: pewawancara mengajukan pertanyaan, memancing cerita, menyediakan panggung untuk berekspresi, atau melontarkan masalah boongan untuk mereka pecahkan. Harapannya kantor kami akan didukung oleh para GA yang mumpuni, menguasai masalah operasional dan manajemen intern, serta bermotivasi tinggi. Kami juga ingin rekan-rekan GA menjadi pendukung misi kantor dengan personilnya yang tanggap, komunikatif, dan gampang bekerja sama. Plus enak diajak seneng-seneng atau susah-susah. Banyak ya maunya..? Iya, gw sih ngebayangin gw bakal seneng ngga kerja bareng sama dia di saat susah maupun senang.

Ternyata banyak calon pegawai yang sudah susah-susah lolos seluruh tahap tes, ehh.. ternyata dari wawancara ketauan profilnya kurang pas dengan apa yang diharapkan. 
Ada yang berdasarkan hasil psikotest dinyatakan pinter tapi keukeuh mengatakan bahwa “Saya memang seperti ini, Bu, sudah karakter saya” ketika ditanya tentang cara bergaulnya yang menurut ukuran kita-kita kurang luwes. Ada lagi kandidat yang kelihatannya belum mantap dalam berkomunikasi, jadi jawabannya belepetan. Ketika ditanya gimana caranya dia ngobrol atau ngerayu pacarnya, dia jawab “Nah, itu juga menjadi masalah bagi saya, Bu” hahaha..... Waduh, kalo jadi pegawai nanti jangan sampe deh masalahnya nular ke kita-kita. Maksud kita kepo mengenai hubungan mereka dengan keluarga, teman, dan rekan kerja adalah untuk tahu gimana mereka berinteraksi dan beradaptasi.

Ada yang biasa-biasa aja di atas kertas tapi menjawab pertanyaan teknis dengan menarik. Salah satunya kandidat yang pernah bekerja di distributor BH (iya, be ha yang underwear itu). Dia menceritakan pengalaman kerja dengan penuh semangat dan berapi-api. Dia kerja di bagian quality control. Pak X langsung tertarik, “Kalo produk BH, apanya yang di-QC?” Ya elah, Bapak... nggak perlu dicobain cup-nya satu-satu kali... dan yang pasti, nggak perlu ngecek isinya laaaa.

Satu kandidat lain cerita ttg kerjaannya di PT Ajinomoto yang dia bilang “hebat” karena jualan bumbu doang tapi bisa bertahan sekian lama dan ekspor pula. Gw nahan-nahan diri untuk gak keceplosan nanya “Apa pendapat kamu tentang MSG dan Ajinomoto?” hehehe, kuatir OOT.  Pada intinya sih, kita pengen denger gimana mereka mempersepsikan tempat bekerja dan peran dirinya dalam organisasi atau perusahaan itu. Mereka orang penting atau bukan. Berkontribusi apa enggak.

Ada yang lucu nih. Tebak deh apa jawaban calon pegawai ketika ditanya “Apa hobimu?”. Dari 10 orang di hari pertama, hanya 3 yang menjawab dengan jawaban nyata: main catur, bulu tangkis, baca buku. Sisanya? Browsing (is that really a hobby?). Main sama adik di rumah (she got to be kidding). Ngobrol (whaaattt?). Main game (so is my 10.5 year-old daughter’s hobby). Ngga ada waktu untuk melakukan hobi karena kuliah padat (parah!). Oh iya, ada satu yang kayaknya keberatan ditanya ttg hobi as if  we were crossing the line. Come on..... 

Kita pengen ngintip kepribadian seseorang dari hobinya, apakah dia risk taker, apakah dia senang dalam kesendirian, apakah dia kreatif, dll. Yang jelas kita pengen tahu banget apakah mereka ‘memoles’ dan ‘memperkaya’ diri dengan kegiatan yang menyenangkan dan bermakna.

Trus yang absurd adalah info dari tim pewawancara sebelah (oh yes, we shared information...! Believe me, most interviewers like us liked to compare notes) bahwa salah satu kandidat tercatat menganggur dalam 2 tahun setelah lulus D3. Ketika ditanya apa yang dilakukan selama 2 tahun itu, dia menjawab “Yah, saya ngelamar-lamar kerja aja sih, Bu”.  Dan dia nggak ngapa-ngapain lagi dong. 2 tahun, man!! Kacau tu anak. Sebenernya yang kita pengen denger adalah jawaban seorang juara, anak muda yang tidak gampang putus asa dan bermental baja. Nggak cuma nunggu diterima kerja.

“Selama saya menunggu respon atas lamaran pekerjaan yang saya cita-citakan, saya kerja part time di kampus/toko/perusahaan/lembaga kursus”.
Atau “Saya bantu orang tua dagang/jaga warung”.
Atau “Saya ikutan lembaga nir laba yang mendukung kesadaran terhadap AIDS/HIV/kanker/anti korupsi”.
Atau “Saya jadi kuli bangunan”. Atau “Saya narik becak di pasar”. Atau “Saya jualan gorengan”.
Atau "Saya kerja mandiin macan galak sampe 3x digigit".
Atau apa gitu, kek. Yang penting jangan NGANGGUR!

Mendengar jawaban itu, temen gw langsung nepsong mem-black list  kandidat tadi tanpa basa-basi.

Nah, beberapa kandidat aneh yang kami wawancarai itu termasuk Generation Y yang mbalelo (maksudnya, ngga sesuai dengan deskripsi Gen Y menurut Renee Suhardono, adalah generasi yang terkesan jauh lebih cepat,berdaya dan berani). Ya itu tadi. Motivasi rendah. Lebih menonjolkan ke-aku-an untuk dimengerti, tanpa mengerti orang lain. Pasif dan nggak kreatif. Waduuuh, gelo atiku....

Tapi Alhamdulillah, ada juga kandidat yang bagus. Salah satunya kandidat dari daerah yang nun jauh di barat Indonesia. Sejak SMA dia sudah membiayai sekolah sendiri dengan bekerja serabutan. Biaya kuliah ditanggung dengan bekerja sebagai operator dan admin generator listrik. Kecerdasannya juga lumayan. Saya kasih nilai tinggi, mudah-mudahan dia lolos. If I were to work a tough project with someone, I would like him to be my partner. Coba ada lebih banyak anak muda kayak dia.

Jadi selama 2 hari gw mewawancarai 13 orang calon pegawai, gw juga belajar banyak hal dari mereka. Gw belajar berempati standing on their shoes, gimana rasanya jadi mereka. Gw belajar untuk ngga jumawa, merasa diri lebih pinter (padahal kenyataannya yang lebih dari gw adalah cuman lebih tua doang :p). Gw belajar sabar menangkap informasi yang mereka sampaikan karena sesungguhnya banyak hal yang disampaikan itu ada di luar pengetahuan kita. Gw belajar memberikan pertanyaan yang tepat. Gw belajar mengasah feeling dan intuisi gw yang sebenernya parah banget (karena menurut gw semua orang itu pd dasarnya baik, pinter, jujur, dll). Gw belajar untuk bilang “tidak” terhadap kandidat yang memang nggak layak. Jujur aja... jadi pewawancara itu cukup menguras tenaga dan pikiran lho. Masalahnya, nasib orang dan nasib lembaga euy.

Saking deg-degan, setiap gw memulai, mengakhiri dan menandatangani berkas berita acara wawancara, gw nggak lupa mengucap “Bismillahirrahmanirrahiiim”. Semoga apa yang kami lakukan merupakan bagian dari ibadah yang diridhai Allah SWT. Mudah-mudahan hasil wawancara juga menjadi jalan kebaikan bersama: kebaikan buat kantor gw, buat calon pegawainya, buat semua pihak. Amiin YRA.

Wednesday, October 29, 2014

#JakartaMarathon2014: My first Half Marathon

What's so special about this event?

1. I shared the excitement with my BFF from college: Joe who just recently ran and joined the 5K for the first time.

Setelah mengajak dan merayu-rayu (baca: maksa) Joe untuk mulai berolahraga, akhirnya si Bunda satu itu lari juga. Awalnya 4x400 meter, lama-lama pengen nambah. 

Di awal Oktober 2014 lalu saya janjian ketemu ama dia untuk lari Minggu pagi di GOR Saparua. Saya meluncur dari Hotel Padma, muter-muter di taman Balai Kota Bandung dan akhirnya mendarat di GOR Saparua. Joe sendiri lumayan larinya, dapet 2,6 km. Perjuangan kami pun langsung dibayar tuntas dengan sarapan di Kedai Kupat Tahu Sukabumi di sebelah GOR hehehe... Mak nyuss deh. 

Saya pun maksa-maksa dia ikutan 5K #Jakmar2014 pake race pack cadangan atas nama si Mbak yang emang saya siapin buat keluarga/temen yang ujug-ujug pingin ikutan. Voilaaa... datanglah Mrs. Joe sekeluarga ke Jakarta. Asiiikk, akhirnya ada juga calon running buddy yang naga-naganya cucok dengan pace rata-rata 9.3min/km..wkwkwkw...
Dike, me, Kay, and Joe before Subuh prayer at Baitul Ihsan

2. I enjoyed the race as much as I could, embraced the feeling and just kept going

Meskipun persiapannya ngga heboh-heboh amat dibanding orang lain, beberapa minggu sebelum Jakmar 2014 saya sempat LDR-an Minggu pagi sampe 19 KM-an. Saya juga berusaha rajin stretching setelah lari, trus nyoba latian plank dan lunges untuk sedikit memperkuat otot yang letoy. Hal itu saya tempuh supaya bisa lari dengan PD dan finish dengan gembira. Saya memutuskan untuk be at peace with my pace (sebelumnya udah sukses berdamai dengan my face). Maksudnya  alon alone asal kelakon. Perkiraan waktu tempuh emang di atas 3 jam. 

Saya start terlambat 8 menit setelah kick off, akibat nggak memperhitungkan penutupan area start bagi para pelari. Kami harus lari tergopoh-gopoh dari gerbang Monas di depan patung kuda ke gerbang depan Istana Negara. Itu aja udah bikin ngos-ngosan.  

Kirain cuman yang HM aja yang telat, ternyata masih ada beberapa orang dengan kaos Jakmar bergaris biru (FM) yang berlari di rombongan belakang bareng saya. Berlari sejajar dengan mereka membuat saya membatin, "Hebat banget ni orang-orang. Untung gw cuman HM doang."  Pas di KM6 saya sempat melewati dua orang pacer FM 7:59 yang keliatan banget berusaha keras lari lambat-lambat hehe... (sayang, ngga sempet fotoin). 

Saya menikmati banget lari di Kawasan Wisata Kota Tua karena ngga pernah jalan kaki di sana.

Sejenak ber-selfie di depan Stasiun Jakarta Kota sekitar KM7.
Pelari Jakmar2014 juga dihibur tarian Barongsai (foto oleh Neng Yesi)

Lewat dari Stasiun Jakarta Kota, kami bertemu dengan rombongan pelari 10K yang udah muter balik. Saya sempet say hi sama Dike. Nggak lama kemudian saya ketemu sama seorang bapak-bapak berambut cepak yang lari ditemenin ajudan yang juga berambut cepak. Kok tau mana bos, mana ajudan? Beda ukuran perutnya... hihihi. Kayanya sih mereka bukan peserta Jakmar2014. Jangan-jangan salah satu anggota pengamanan soalnya dia bawa-bawa HT, gitu. 

Si Bapak ternyata narsis banget. Sang ajudan disuruh ngejepret si Bapak berlari di sebelah saya berkali-kali sampe yakin posenya woke. Mungkin si Bapak nggak ada pilihan pemeran pembantu lain. Mbak-mbak cantik yang seksi udah melesat jauh di depan, yang ada yaa emak-emak satu ini :p  

Kami berpisah dengan rombongan 10K di simpang Jl. Juanda. Kami belok kiri menuju depan Passer Baroe lalu belok kanan di depan Gedung Kesenian Jakarta. Di sana saya menyempatkan foto di depan panggung seni karawitan Sunda sebelum melanjutkan ke arah Masjid Istiqlal dan berbelok menuju Jl. Juanda kembali.
Di depan Gedung Kesenian Jakarta, hampir KM12
 3. I ran the longest distance ever. Time didn't matter. The 3h:17min was a good start

Saya berusaha menikmati pemandangan sekitar Jalan Medan Merdeka (kaya yang belum pernah liat Monas aja, hihi..) sampai akhirnya kami melewati gerbang Monas menuju Bunderan HI. Karena pace saya sekitar 9:15 menit/km maka waktu saya lewat gerbang Monas adalah sekitar 2 jam 15 menit sejak start. Huiksss... saat itu sebagian pelari sudah masuk ke garis finish, sementara saya masih harus muter 6 km lagi.  

Nah, di situlah saya mulai merasakan gerah dan panas. Jalanan juga penuh sesak. Karena jalur Jakmar2014 ngga sepenuhnya steril jadi kami tetap bergabung dengan para pejalan kaki, pesepeda, atau pelari bukan peserta Jakmar2014. Air... oh, di mana air? Kok nggak keliatan ada water station dari Monas sampai belok kiri ke arah Jl. Imam Bonjol. Untung ada tukang jualan di pinggir jalan, saya bisa beli sebotol Pocari Sweat untuk memenuhi dahaga di 4 km terakhir.
Di Jalan Imam Bonjol KM19
Di Jl. Imam Bonjol saya berpapasan dengan Babeh yang ternyata kena kram paha. Dia berjalan putar balik dan berjalan kembali menuju Bunderan HI sambil dadah-dadah. Saya berhenti sebentar di depan tanda KM19 dan mengabadikan momen bersejarah itu (halaaahhh...). Yee, namanya juga baru pertama HM, jadi pasti norak lah!!

Dua kilometer terakhir itu kerasa banget beratnya. Saya sampe sekarang belom ngerti konsep finish strong yang pake rada-rada sprint di 500 meter terakhir trus pelarinya ngeluarin banner atau bendera negara utk dikibarkan di garis finish. Pasti rasanya puassssss.

Yang ada biasanya saya udah loyo (liat aja foto-foto finish saya yang ancur). Sumpah, pas mau finish HM Jakmar2014 nggak cuma kaki yang kebas.... tangan saya juga rasanya pegellll banget. Udah nggak bisa ditaro di pinggir pinggang atau diayun ke depan. Saya akhirnya lari dengan tangan diangkat atau tangan dikaitkan di belakang punggung. Aneh ngga tuh. Cuek aja. Tokh ngga bakal ada fotografer yang motoin.

Alhamdulillah. Akhirnya finish juga. Timeboard menunjukkan waktu guntime 3:25:18, sedangkan Nike+ saya 3:15. Chiptime yang tertera di web ternyata 3:17. Beda 2 menit itu pasti waktu saya mematikan Nike+ untuk foto-foto di 3 tempat.

Overall, saya cukup puas dengan pengalaman lari HM pertama di #Jakmar2014 ini. Di mata saya pribadi, penyelenggaraan Jakmar tentunya harus diperbaiki di masa yang akan datang. Water and fruit stations harus sesuai dengan KM yang dijanjikan, jangan PHP sama pelari. Dosa tauk. Trus sosialisasi ke masyarakat yang sama-sama menggunakan jalur CFD dilakukan jauh-jauh hari biar pada tau dan ngasih jalan sehingga pelari HM dan FM yang udah sempoyongan ngga harus nyelip-nyelip di tengah genk ABG yang sibuk cekikikan melintang di tengah jalan.  

Oki doki, demikian sekilas HM pertama saya. Mudah-mudahan saya lebih siap dan lebih hepi lagi di Jakmar berikutnya. Till we run again!



BII Maybank Bali Marathon 2014 : One Different 10K

Liburan singkat kali ini dipas-pasin dengan waktu pelaksanaan #BMBM2014. Karena rasa-rasanya belom siap, jadi daftar yang 10K aja. Kata beberapa orang: rugi banget...udah jauh-jauh dan mahal-mahal ke Bali, larinya cuman 10 kilo doang. Itu kan bentar banget. Hahaha...bener banget. Anyway, untuk tahun ini kami ingin seneng-seneng aja di sana sambil menikmati ambience #BMBM yang katanya dahsyat.

Dari bandara Ngurah Rai kami langsung menuju lokasi race pack collection di Sofitel Nusa Dua. Waah, nggak  antri sama sekali. Mungkin karena masih rada pagi. Isi race pack-nya kaos kutung New Balance, voucher NB Rp500ribu, buku pedoman, gelang asuransi Avrist dan beberapa pernak-pernik lainnya.

Ngeliat peta jalur half marathon, hati ini langsung meleleh saking ngilernya. Kalo ngga bakat nekat, ngga usah coba-coba deh.... hehehe. Semua teman kantor ikut yang half marathon dengan pertimbangan itu tadi: larinya harus seimbang ama biayanya. Teman saya, Lisa, yang emang berjiwa sekokoh baja mengaku belom pernah lari 10 kilo. Tapi berhubung dapet slot half marathon yang menggiurkan, dia akhirnya memutuskan untuk ikut. Saya? Ihiks...nanti dulu deh.

 
Rute 10K #BMBM2014

Hari Sabtu itu benar-benar saya, Babe dan Miss K manfaatkan untuk leyeh-leyeh, enjoying the art of doing nothing. Setelah makan siang, kami jalan-jalan di pantai seputar hotel di daerah Kuta lalu bobok. Sorenya, Miss K dan Babe ke pantai lagi, sedangkan saya beryoga-ria sendiri di kamar supaya badan ngga pegel. Malamnya kami jalan-jalan ke Discovery Mall, makan di Pizza Hut (ketemu dgn beberapa genk peserta HM dan FM #BMBM2014 yang sedang carbo-loading dan foto-foto). Babe berkali-kali mencoba mengontak temannya, Ari, yang juga ikut 10K tapi belom berhasil. Sedangkan teman-teman BI Runners sebagian besar menginap di Jalan Suli.

The race day. Kami pergi jam 3 dari hotel untuk mengantisipasi penutupan jalan di sekitar area start/finish di Bali Marine and Safari Park. Matahari belum muncul ketika race FM dimulai jam 5.00 pagi. Saat itu kami masih antri sholat Subuh di area yang disiapkan panitia dan sempat bertemu Lisa, Pipin, Sindy dan Bu Yuli sebelum mereka start HM. 15 menit setelah FM dmulai, peserta HM diberangkatkan. Sampai dimulainya 10 K jam 5.30 kami masih belum bertemu dengan Ari. Rada susah sih nyari orang di tengah keramaian dan gelap-gelap begitu. Selepas start, seperti biasa, saya dan Babe lari sendiri-sendiri. Miss K akan menanti kami di garis finish dengan tugas memotret emak-babenya.


At the start gate
Rute 10K di #BMBM2014 cukup berbeda dengan jalur CFD di Jakarta atau BSD yang udah biasa dilalui. Bakal banyak tanjakan (dan... logikanya bakal banyak turunan juga kan). Selain itu suasana daerah Ginyar (yang nggak desa-desa banget sih) juga memberikan nuansa yang lain dari biasanya. Kami berlari melewati sawah, perumahan penduduk, dan peternakan (ada sign board: "Menyediakan Bibit Babi"). Mulai KM3 kami disuguhi tanjakan demi tanjakan sampai sekitar KM6. Ngos-ngosan dan kaki berat melangkah, saya jadi sempat jalan sebentar di tanjakan ke sekian. Untungnya setiap KM sejak KM5 sampai sekitar KM8, kami dihibur oleh anak-anak dan remaja yang menyemangati para pelari dari pinggir jalan.  Teriakan dan tepukan tangan mereka rasanya cukup menghangatkan hati saya.

Sesungguhnya sesudah kesulitan, ada kemudahan. Itu bener banget. Setelah sekian banyak tanjakan, akhirnya para pelari 10K bisa bernapas lega menemui jalan yang menurun sampai KM9. Mungkin faktor tanjakan-turunan ini yang membuat beberapa teman saya yang HM berhasil mencetak new PB. Saya sendiri finish dalam 1:19:41. Buat saya itu udah PB tuh huehehe... Pas seneng-senengnya lari menjelang finish, saya celingukan mencari Miss K yang janji mau fotoin (soalnya ngga bisa ngarep ketangkep ama fotografer race, it's like I was always invisible to them :p). Tapi kok ngga ada, kemana ya dia? Beberapa detik kemudian di jalur samping kiri saya (FM) terdengar keributan... fotografer langsung meninggalkan jalur finish 10K dan mengerumuni sisi jalur finish FM. 

Ternyata pemenang full marathon akan memasuki garis finish membuat panitia sibuk menyiapkan pita dan penyambutan bagi sang juara. Jalur finish 10K sepi kering kerontang, kecuali saya dan beberapa gelintir pelari ngos-ngosan kepingin finish strong. Nasib...nasib. so it was how it went. My 10K victory moment was practically stolen by the FM winner. Semua orang (termasuk Miss K) seakan terbius dan mengikuti arus massa untuk menyambut dan mengelu-elukan jawara dari Kenya. Jadi, kata siapa olahraga lari bisa memuaskan dahaga narsisme? Huiks.... 

Di luar masalah narsis yang ngga kesampean, penyelenggaraan #BMBM2014 ini tertata rapi mulai RPC sampai setelah finish. Fasilitas utama semua tersedia. Water station untuk 10K juga memenuhi standar lah. Finisher medal-nya juga keren. Mungkin karena saya ikutan yang 10K jadi ngga begitu banyak pemandangan spektakuler yang dapat kami nikmati. Menurut teman yang tahun lalu ikutan, voucher dan FM finisher T-shirt tahun ini kurang najong. Tahun lalu dia dapat tiket Bali Safari and Marine Park gratis, tapi tahun ini beli 1 gratis satu...itupun kalo pake kartu kredit BII. Kaos penamat tahun lalu berwarna kuning terang jreng, sedangkan tahun ini putih.. pucat dan kayak kurang bergairah. Secara udah pada lari panas-panas 42KM gitu lho... 

Setelah foto dengan teman-teman kantor yang puas dengan PB barunya, kami menuju Bali Bird Park yang sudah dijanjikan ke Miss K. Rencana kami hari itu setelah #BMBM2014 memang hanya ke Bird Park supaya dia puas di sana, ngga terlalu dibatasi waktu karena jadwal pesawat pulang ke Jakarta tokh jam 8.50 malam. Kelihatan banget Miss K suka dengan wisata non-mall  seperti ke Bird Park ini. Diajak ke TMII, museum, Ragunan Zoo, Taman Hutan Rakyat Juanda Bandung, taman kota, pantai aja dia udah hepi kok. Itu kalo emak-babenya lagi beres, telaten ngajak, dan rela berpanas ria nemenin Miss K jalan. Tapi biasanya kami yang "menyerah" kecapean dan mencari pelarian di mall-mall yang adem...heuheu. Emang kacaw...jangan ditiru yak.



In a nutshell, we were so happy with our quick productive get-away. We'll come back next year with wider smiles, bigger guts, and better prep. #BMBM Half marathon 2015 is on the list .... 

Oh iya.. ada apa dengan Ari? Ternyata dia kesiangan berangkat dan nggak bisa mencapai start karena jalanan yang ditutup di sana-sini. Pokoknya, gagal total deh story 10K-nya di BMBM2014 ini hehehe... Tapi teteup smile yaa, Om Ari ! Semangattttt....


Who could resist these kind of smiles?

Saturday, September 20, 2014

Independence Day Run 2014 : 17K


Gegara ragu-ragu antara mau ikut Independence Day Run 2014 #IDR2014 atau enggak, akhirnya saya dan Babe Aris keabisan slot. Halahhh... Keinginan membara untuk ikut serta dalam pesta lari kemerdekaan baru ada beberapa hari menjelang hari H tanggal 31 Agustus 2014.   

Kenapa kami jadi tertarik? #IDR2014 adalah kedua kalinya Istana Presiden dan GarudaFinishers-nya Mas Agus Yudhoyono (ehm) menyelenggarakan event lari. Seluruh persiapan dan pelaksanaannya dalam rangka memperingati kemerdekaan RI. Angka keramat 17-8-45 dituangkan dalam bentuk race lari 17K dan 8K yang diikuti 45.000 peserta. Udah gitu, acaranya gratis bagi peserta. Hari Jumat, gate sudah dipasang di Monas, mengundang banget deh. Pesawat-pesawat tempur udah lalu lalang sepanjang pagi di langit Jakarta. Kayanya bakal seru. Babe bilang, kapan lagi ikutan acara lari 8K dan bergembira sebagai bangsa Indonesia. Yeee, kenapa ngga dari kemarin-kemarin atuh....

Untungnya, Om @vindras baik hati membantu kami memperoleh 2 race pack dari pasangan Oche dan Icha yang batal ikutan karena ada acara lain. Alhamdulillah, rezeki mah nggak kemana. Tapi kami serasa dapet durian rontok ni, karena Ochie dan Icha daftar untuk 17K. Ih, berani ngga ya? 17K kan jauh, man.... ntar pingsan, gimana?

Tapi ketika Babe pulang membawa race pack pada hari Jumat H-2, keraguan itu sedikit terkikis. Dapet race pack-nya aja bisa, masa larinya ngga bisa sih. Kami berdua melakukan persiapan yang diperlukan. Saya memutuskan bawa waist pocket yang agak gedean untuk tempat HP, air minum, pisang, potongan gula merah, anduk mini, minyak oles, dan tissue. Busyet, banyak banget bawaannya. Macam mau kemping aja...hahaha. Ngga lupa saya pake gelang Road-ID yang ada info nama, no telpon Babe, dan golongan darah, supaya gampang ditolongin kalo-kalo pingsan di jalan.
Gerbang finish 17K yang menggoda & peralatan tempur

Biarin ah.. yang penting merasa aman udah bawa barang yang kira-kira diperluin sepanjang perjalanan dari Istana Negara sampai putaran di Al Azhar, Kebayoran dan kembali ke arah Monas. Saya perkirakan bakalan run out of fuel pas KM8, secara itu belom setengahnya. Kalo untuk 10K masih bisa tahan 2 km lagi dengan minum saja. Jadi saya siapin pisang Sunpride ukuran kecil untuk dimakan di KM7. Potongan gula rencananya kalo diperluin setelah KM12. Saya ngga berani makan energy bar atau sport gel; pertama, karena belum yakin halal atau enggak dan kedua, karena takut muntah karena ngunyahnya pasti buru-buru. Minyak oles kalo-kalo terasa ada nyeri (selama ini sih ngga pernah kerasa ada nyeri di kaki).

Pagi-pagi setelah sholat Subuh di hari H, kami meluncur menuju Istana Negara. Kami berhenti di Stasiun Gambir dan berjalan kaki bersama ribuan peserta lainnya. Widih, 45ribu kan banyak banget. 45ribu peserta itu dicapai dengan pengerahan massa pelari dari berbagai kesatuan di TNI, perusahaan, sponsor, sekolah, dan peserta umum kaya kita-kita. Pantesan aja banyak. 

Pelari dengan T-shirt merah berjumlah kira-kira 5ribu akan berlari 17K memperebutkan 1000 medali untuk 1000 pelari pertama di garis finish. T-shirt putih dipakai sekitar 40ribu peserta yang berebut 10.000 medali finishers 8K. Udah tau sih, ngga bakalan saya dapet medali.... :p
One of Red Warriors before the race
Setelah upacara pengibaran bendera Merah Putih, Presiden SBY membuka acara dan memberangkatkan pelari 17K. Nah, dimulailah petualangan 17K saya yang pertama. Saya udah menetapkan bahwa jalan kaki 10-20 detik itu ngga dosa, bahkan diperlukan supaya bisa mencapai finish dengan selamat dan sehat. Nggak usah dipaksain, yang tau kondisi kita kan diri kita sendiri. 

Berlari pelan dengan istirahat 10-20 detik setiap KM untuk minum dan makan bekal saya ternyata strategi yang cukup tokcer. Apalagi sepanjang jalan saya inget nasihat Mbak Ika yang rajin Tai-Chi agar selama berlari saya menegakkan badan, menahan (maaf) anus masuk sehingga pantat+pinggul stabil. Konon katanya itu akan membuat kita lebih kuat berlari. Ya udah saya ikutin sarannya, kalo pas inget ... hihihi. Sumpah, kalo dah lari... suka lupa hal-hal yang penting dan mikirin hal ngga penting.

Di sepanjang jalan setelah KM5 bisa terlihat peer  saya tuh, yang beberapa diantaranya terus bersama sampe finish. Dari cara lari dan pace-nya kita bisa tau that we were belong to the same coral  (i.e. around 8,5-9 min/km) heu3x. Di KM7 saya maem pisangnya, walopun rasanya itu pisang ngga abis-abis saya kunyah. Di KM8 depan Ratu Plaza, saya papasan sama Rahmat dan Indro yang running like gazelles. Mereka udah muter balik (jelas banget saya ama mereka beda kasta). Pas muter balik di depan Mesjid Al Azhar, kita mendapat tali berwarna orange untuk menggantung medali. 

Saya melewati KM13 dengan selamat. Tapi kok mulai terasa sesuatu ya di lutut kanan? Sedikit nyeri, gitu. Saya coba mengurangi landing time kaki kanan, lumayan mengurangi nyerinya. Rasa-rasanya sih bener kata Bu Yuli, tokoh lari dari kantor saya bahwa berlari terlalu lambat juga ada risikonya, yaitu kelelahan berlebihan pada kaki karena bebannya ditanggung dalam waktu yang lebih lama.

Melewati KM14 lutut saya terasa mendingan. Lalu kira-kira 20 meter di depan, saya lihat ada Babe yang sedang berlari lebih pelan dari biasanya. Dia kan udah jauh duluan di depan saya tadi. Berarti ada sesuatu nih. Ketika saya jejeri, saya tanya ada apa. Katanya jari kaki kelingking sakit dan kuku jempol kayanya copot. Whattt?? Ada-ada aja... pasti lupa ngga motong kuku nih. Dan emang sepatu Mizuno Babe udah terasa ngga nyaman kalo dibawa lari lebih dari 10K.

Setelah yakin dia ngga apa-apa, kita lanjut lari sendiri-sendiri dan janjian di KM16-an depan gedung BI-ESDM supaya bisa finish bareng-bareng. So sweeet...baru kali ini finish bareng. Karena terpaksa...hahaha...

Akhirnya, alhamdulillah kami bisa finish 17K dengan selamat. Waktu tempuhnya 2 jam 25 menit. Meskipun ngga dapet medali tapi kami puas memenuhi tantangan hari itu. Pelajaran yang didapat? There’s limit. But don’t limit yourself. Ternyata kami bisa lari 17K. Ternyata yang dadakan itu bagus juga, kita jadi ngga sempet ragu. Ternyata yang diperlukan hanya: just do it

#IDR2014 benar-benar jadi perayaan bagi kami berdua, sekaligus penguat hati untuk half marathon perdana kami di Jakarta Marathon bulan Oktober 2014.  
Nyengir setelah finish

Review seluruh acara #IDR2014 termasuk hebohnya airforce show dan Maudy Ayunda ada di Dunia Lari.