Saturday, September 20, 2014

Independence Day Run 2014 : 17K


Gegara ragu-ragu antara mau ikut Independence Day Run 2014 #IDR2014 atau enggak, akhirnya saya dan Babe Aris keabisan slot. Halahhh... Keinginan membara untuk ikut serta dalam pesta lari kemerdekaan baru ada beberapa hari menjelang hari H tanggal 31 Agustus 2014.   

Kenapa kami jadi tertarik? #IDR2014 adalah kedua kalinya Istana Presiden dan GarudaFinishers-nya Mas Agus Yudhoyono (ehm) menyelenggarakan event lari. Seluruh persiapan dan pelaksanaannya dalam rangka memperingati kemerdekaan RI. Angka keramat 17-8-45 dituangkan dalam bentuk race lari 17K dan 8K yang diikuti 45.000 peserta. Udah gitu, acaranya gratis bagi peserta. Hari Jumat, gate sudah dipasang di Monas, mengundang banget deh. Pesawat-pesawat tempur udah lalu lalang sepanjang pagi di langit Jakarta. Kayanya bakal seru. Babe bilang, kapan lagi ikutan acara lari 8K dan bergembira sebagai bangsa Indonesia. Yeee, kenapa ngga dari kemarin-kemarin atuh....

Untungnya, Om @vindras baik hati membantu kami memperoleh 2 race pack dari pasangan Oche dan Icha yang batal ikutan karena ada acara lain. Alhamdulillah, rezeki mah nggak kemana. Tapi kami serasa dapet durian rontok ni, karena Ochie dan Icha daftar untuk 17K. Ih, berani ngga ya? 17K kan jauh, man.... ntar pingsan, gimana?

Tapi ketika Babe pulang membawa race pack pada hari Jumat H-2, keraguan itu sedikit terkikis. Dapet race pack-nya aja bisa, masa larinya ngga bisa sih. Kami berdua melakukan persiapan yang diperlukan. Saya memutuskan bawa waist pocket yang agak gedean untuk tempat HP, air minum, pisang, potongan gula merah, anduk mini, minyak oles, dan tissue. Busyet, banyak banget bawaannya. Macam mau kemping aja...hahaha. Ngga lupa saya pake gelang Road-ID yang ada info nama, no telpon Babe, dan golongan darah, supaya gampang ditolongin kalo-kalo pingsan di jalan.
Gerbang finish 17K yang menggoda & peralatan tempur

Biarin ah.. yang penting merasa aman udah bawa barang yang kira-kira diperluin sepanjang perjalanan dari Istana Negara sampai putaran di Al Azhar, Kebayoran dan kembali ke arah Monas. Saya perkirakan bakalan run out of fuel pas KM8, secara itu belom setengahnya. Kalo untuk 10K masih bisa tahan 2 km lagi dengan minum saja. Jadi saya siapin pisang Sunpride ukuran kecil untuk dimakan di KM7. Potongan gula rencananya kalo diperluin setelah KM12. Saya ngga berani makan energy bar atau sport gel; pertama, karena belum yakin halal atau enggak dan kedua, karena takut muntah karena ngunyahnya pasti buru-buru. Minyak oles kalo-kalo terasa ada nyeri (selama ini sih ngga pernah kerasa ada nyeri di kaki).

Pagi-pagi setelah sholat Subuh di hari H, kami meluncur menuju Istana Negara. Kami berhenti di Stasiun Gambir dan berjalan kaki bersama ribuan peserta lainnya. Widih, 45ribu kan banyak banget. 45ribu peserta itu dicapai dengan pengerahan massa pelari dari berbagai kesatuan di TNI, perusahaan, sponsor, sekolah, dan peserta umum kaya kita-kita. Pantesan aja banyak. 

Pelari dengan T-shirt merah berjumlah kira-kira 5ribu akan berlari 17K memperebutkan 1000 medali untuk 1000 pelari pertama di garis finish. T-shirt putih dipakai sekitar 40ribu peserta yang berebut 10.000 medali finishers 8K. Udah tau sih, ngga bakalan saya dapet medali.... :p
One of Red Warriors before the race
Setelah upacara pengibaran bendera Merah Putih, Presiden SBY membuka acara dan memberangkatkan pelari 17K. Nah, dimulailah petualangan 17K saya yang pertama. Saya udah menetapkan bahwa jalan kaki 10-20 detik itu ngga dosa, bahkan diperlukan supaya bisa mencapai finish dengan selamat dan sehat. Nggak usah dipaksain, yang tau kondisi kita kan diri kita sendiri. 

Berlari pelan dengan istirahat 10-20 detik setiap KM untuk minum dan makan bekal saya ternyata strategi yang cukup tokcer. Apalagi sepanjang jalan saya inget nasihat Mbak Ika yang rajin Tai-Chi agar selama berlari saya menegakkan badan, menahan (maaf) anus masuk sehingga pantat+pinggul stabil. Konon katanya itu akan membuat kita lebih kuat berlari. Ya udah saya ikutin sarannya, kalo pas inget ... hihihi. Sumpah, kalo dah lari... suka lupa hal-hal yang penting dan mikirin hal ngga penting.

Di sepanjang jalan setelah KM5 bisa terlihat peer  saya tuh, yang beberapa diantaranya terus bersama sampe finish. Dari cara lari dan pace-nya kita bisa tau that we were belong to the same coral  (i.e. around 8,5-9 min/km) heu3x. Di KM7 saya maem pisangnya, walopun rasanya itu pisang ngga abis-abis saya kunyah. Di KM8 depan Ratu Plaza, saya papasan sama Rahmat dan Indro yang running like gazelles. Mereka udah muter balik (jelas banget saya ama mereka beda kasta). Pas muter balik di depan Mesjid Al Azhar, kita mendapat tali berwarna orange untuk menggantung medali. 

Saya melewati KM13 dengan selamat. Tapi kok mulai terasa sesuatu ya di lutut kanan? Sedikit nyeri, gitu. Saya coba mengurangi landing time kaki kanan, lumayan mengurangi nyerinya. Rasa-rasanya sih bener kata Bu Yuli, tokoh lari dari kantor saya bahwa berlari terlalu lambat juga ada risikonya, yaitu kelelahan berlebihan pada kaki karena bebannya ditanggung dalam waktu yang lebih lama.

Melewati KM14 lutut saya terasa mendingan. Lalu kira-kira 20 meter di depan, saya lihat ada Babe yang sedang berlari lebih pelan dari biasanya. Dia kan udah jauh duluan di depan saya tadi. Berarti ada sesuatu nih. Ketika saya jejeri, saya tanya ada apa. Katanya jari kaki kelingking sakit dan kuku jempol kayanya copot. Whattt?? Ada-ada aja... pasti lupa ngga motong kuku nih. Dan emang sepatu Mizuno Babe udah terasa ngga nyaman kalo dibawa lari lebih dari 10K.

Setelah yakin dia ngga apa-apa, kita lanjut lari sendiri-sendiri dan janjian di KM16-an depan gedung BI-ESDM supaya bisa finish bareng-bareng. So sweeet...baru kali ini finish bareng. Karena terpaksa...hahaha...

Akhirnya, alhamdulillah kami bisa finish 17K dengan selamat. Waktu tempuhnya 2 jam 25 menit. Meskipun ngga dapet medali tapi kami puas memenuhi tantangan hari itu. Pelajaran yang didapat? There’s limit. But don’t limit yourself. Ternyata kami bisa lari 17K. Ternyata yang dadakan itu bagus juga, kita jadi ngga sempet ragu. Ternyata yang diperlukan hanya: just do it

#IDR2014 benar-benar jadi perayaan bagi kami berdua, sekaligus penguat hati untuk half marathon perdana kami di Jakarta Marathon bulan Oktober 2014.  
Nyengir setelah finish

Review seluruh acara #IDR2014 termasuk hebohnya airforce show dan Maudy Ayunda ada di Dunia Lari.

Friday, September 19, 2014

Running: activity or self actualization?



Saya tuh orang yang males banget foto-foto dan bikin collage. Padahal kan jaman sekarang pictures speak louder than words yaa...hehehe. Dianggapnya the action are best reflected on the pictures. Soalnya saya termasuk golongan orang-orang yang kadang punya pikiran sempit dan picik bahwa yang narsis itu pasti lebih banyak gayanya dibanding aksi dan esensinya. Hahaha, bayangin tuh piciknya kaya apa. Padahal kebanyakan karena saya ngga PD aja, selalu mematok standar tinggi yang tentunya ngga pernah bisa saya capai sendiri. Belum lagi foto saya lari kayanya menyedihkan semua, which is exactly makes the point that I ran incorrectly. Hahaha, ngaku nih. Banyak yang mesti dibenerin.

Running fever masih melanda Jakarta dan seluruh Indonesia sampe 2014 ini. Amazing sih.. masih awet. Hot trend? Gaya hidup modern? Agama baru? Urban style? Banyak teman-teman saya yang langsung jatuh cinta sama lari dan investasi gede-gedean: niat bulet, waktu berlatih dan metode latihan yang serius (it really takes a considerable chunk of your week end and week day time to do tempo run, strength training, hill work, and long run), gear lari yang nyaman dan gaya (sepatu, compression, kaos kaki, sport bra, visor, kaca mata, jam tangan mahal yang bagi mereka ngga masalah), gadget dan keanggotaan training/challenge program secara online, makanan pilihan buat refueling, dan rencana perjalanan ikut race event di berbagai kota dan negara (marathon/half marathon seri dunia bakal dikejar, andai bisa masuk kualifikasi). 

Hasilnya? Posting di media sosial, foto-foto berkegiatan yang bikin ngiler, pemecahan rekor/catatan waktu pribadi, kumpul-kumpul teman sehati, persahabatan (friends who run together, stay together  katanya), dan rasa puas telah menaklukan tantangan di luar pekerjaan dan tuntutan jenis lainnya (everybody  picks her/his own battle, one after another). If I suck or I am stuck with other things in life, then maybe running could save me. Mungkin ada juga yang berpikiran begitu.

Nike We Run, Dec 2013 #BajakJkt (review asik ada jg di http://www.rezafaisal.net/?p=891)

Ada lagi teman-teman anti mainstream: semakin sesuatu hal menjadi tren dan jadi komoditi, semakin nggak mau ikutan. Anget-anget tai ayam, ntar juga berlalu dengan sendirinya. Di Indonesia ini apa sih hal baru yang ngga laku? Sepeda lipet. Sepeda gunung. Zumba. Futsal. Food combining. OCD. Diet a la Dr. Grace (saya juga baru tau hari ini ternyata sebagian besar ibu-ibu kantor adalah pasien sang Dokter dalam rangka penurunan berat badan). Wisata kuliner. SK-II skin treatment. Foto pake bibir monyong. Selfie dan tongsis. Dll. Jadi wajar aja para anti mainstream itu ngga terlalu excited dengan tren yang satu ini. Salah satu kisah ttg pelaku anti-#etapi-pro mainstream olahraga lari yang kocak banget ada di sini nih. Ngakak berats deh.

Saya sih ngeliat kegiatan lari seperti olah raga lainnya sebagai cara untuk mengolah badan dan memperoleh manfaat terbaik. Sama kaya berenang, main tenis, yoga, senam aerobik, zumba, dan lain-lain. Kebetulan aja di Oktober 2012 saat saya ingin mencoba hal yang baru, saya pilih sesuatu yang sebelumnya saya nggak suka. Biasanya saya olahraga voli, basket dan yoga karena olahraga lain saya anggap susah dan saya males beradaptasi (baca: usaha). Apalagi udah merasa ngga sejago orang lain.

Mindset kaya gitu lama-lama jadi halangan karena saya semakin nggak PD mencoba hal baru yang positif. Saya menyadari bahwa ternyata saya sendiri yang membatasi my own possibilities.  Olahraga lari saya pilih karena murah, bisa dilaksanakan, udah lama kepikiran (sejak liat bodi keren pelari cewek bule di Boulder,CO  dan Bloomington, IN) tapi ngga berani mulai, membuat saya senang, dan saat itu lari memang mulai jadi tren di Indonesia.

Murah karena modalnya cuman celana training dan kaos biasa serta sepatu Nike warisan dari Amerika seharga $40. Untuk sepatu cadangan, saya beli New Balance W480 di SportStation yang diskon 70% jadi cuman Rp177.000. Baru setahun kemudian saya beli Brooks GTS12 yang diskon 50% juga, jadi Rp665.000. Alhamdulillah 2 sepatu itu cocok dan nyaman dipakai. Pokoknya saya perhitungan banget. Ngga rela belanja mahal kalo ngga yakin bakalan berguna dalam jangka waktu lama. Saya tes diri saya dulu, kalo setaun masih betah lari baru boleh ngintip-ngintip barang lain. Long sleeve shirt paling nyaman dan saya suka adalah pink shirt-nya The Urban Mama yang saya beli di event Running Coach bareng Brett Money dan Alan Walker pada bulan Mei 2013. Rada mahal sih Rp269.000 tapi Rp40.000 diantaranya untuk nyumbang yayasan amal. Sayang ngga sekalian beli yang warna turqouise dan lime sekalian, soalnya stock cepet abis.

Bisa dilaksanakan karena kebetulan di kantor ada gym yang menyediakan treadmill sehingga saya bisa latian dari NOL: mulai dari jalan kaki, jalan kaki + lari 2 menit sampe belajar lari konstan selama 20 menit. Akses ke Taman Monas di hari kerja dan Car Free Day Jakarta di hari Minggu terbuka lebar sehingga saya bisa mencoba lari outdoor. Selain itu flexi time di kantor memungkinkan saya ke Monas/gym dulu baru masuk kantor jam 08.30 pagi karena tokh ujungnya juga emang hampir setiap hari lembur sampai jam 19.00an. Hari Minggu kadang lari (beda jalur) sama Babe Aris di CFD (Kaylia seneng nongkrongnya aja di GBK). Jadi dari sisi waktu, sarana dan family time  bisa diatur. Kalo ikutan event, Babe ama Kay diajak juga biar sekalian piknik. Untung bisa kompak, kalo enggak kan rada nggak enak hati tuh lari sendirian, serasa bersenang-senang di atas penderitaan orang lain...
Samsung Runseries #1 Jakarta 10K, 2014

Seperti yang saya bilang tadi, udah lama saya kepikiran untuk mulai olahraga lagi. Olahraga yang saya pilih dan (mungkin akhirnya saya) sukai. Bukan olahraga pas HUT RI di kantor (saya dikejar-kejar untuk menggenapkan pemain di tim voli atau basket) atau  olahraga pas gathering dan senam pagi bersama. Saya ingin sesuatu yang personal, bisa dilakukan sendirian aja, nggak mesti barengan atau tergantung pada orang lain. Waktu itu saya sedang malas yoga, padahal istrukturnya udah didatangkan ke kantor. Padahal yoga udah menolong saya ngatasin migren dan pegal-pegal punggung. Padahal biaya lumayan terjangkau. Padahal...padahal... Dasar males aja sayanya.

Saya ngerasa masih sreg dengan olahraga lari ini sepanjang itu menyenangkan, ngga dijadikan ajang dengan agenda aneh-aneh. Dunia ini udah repot dengan segala macam persaingan, jadi pastinya saya males banget kalo lari jadi media untuk bersaing atau adu hebat (hahaha, itu khas banget ngeles-nya golongan yang kalah mulu). Jadi saingannya dengan diri sendiri aja. Kalo bisa bikin time record lebih baik ya syukur, kalo enggak yaa diterima aja dulu.. nanti-nanti baru usaha lagi, ngga usah terlalu dipikirin.

Jika lari merupakan trend, saya anggap sebagai hal yang menguntungkan karena semakin banyak orang yang melakukannya maka semakin banyak pengetahuan dan sharing pengalaman yang bisa kita manfaatkan. Temen kantor bikin running club yang terbuka dan supportive untuk semua orang termasuk forever newbie seperti saya yang selalu menempati urutan akhir-akhir ...hehe. Tentunya di dunia maya pengetahuan dan pengalaman itu lebih bebas dibagi dan dialirkan ke mana-mana. Group chat, website dan blog pribadi nggak cuman berisi foto narsis doang kok, banyak hal yang bisa saya pelajari dari orang-orang yang sebenernya ngga saya kenal sama sekali. 

Ujung-ujungnya saya simpulkan bahwa apapun pencapaian mereka –besar atau kecil– merupakan hasil dari mengelola kesehatan, waktu, energi, uang, dan kehidupan selain urusan lari. Perihal ada yang eksis lebay, big talker, egois, narsis, dll itu mah biasa. Orang kaya itu kan ada juga di olahraga atau kegiatan apapun di dunia ini, udah bawaaan orok masing-masing.

Beberapa website dan blog yang saya suka intip ttg olahraga lari adalah: Runner’s World, Singapore’s Running Society, dan Dunia Lari Indonesia.
 


Jadi, lari itu aktifitas atau salah satu cara aktualisasi diri nih?

Kesimpulannya: ngga bisa dipisah yaaa... sama deh dengan kegiatan lain. Dari sekedar beraktifitas, lama-lama serius dan bisa jadi cara untuk tetap sehat, cantik dan seksi :p. Lalu jadi lahan untuk eksis, untuk persahabatan, untuk berprestasi, untuk menorehkan personal legend, untuk mencari dan menjawab banyak pertanyaan di dalam diri masing-masing.

Di luar faktor tren dan narsisme, mungkin awalnya iseng atau pingin sehat aja,  lama-lama jadi ketagihan ‘feeling good’ from natural #endorphin, trus jadi antusias untuk terlibat lebih dalam karena manfaatnya ternyata seperti mendapatkan nafkah/kepuasan lahir batin (jiaahh...kaya perkawinan nih), dan akhirnya berkomitmen untuk menjadikannya life-time activity

Semoga saya dan keluarga tetep semangat untuk berusaha hidup sehat dengan berlari atau kegiatan lainnya. Suatu saat saya pasti bosan, frustasi, atau malas atau ngga mampu lari berlari... Dan hal itu mungkin harus diterima dengan lapang dada dan kesadaran bahwa we run to make our lives better, filled with good deeds and great actions. If it doesn't make it, maybe we should stop. Or wiser: maybe we should take a look back that we might not do it right all this time.

Pocari Sweat Run Indonesia 2014 – 11 Mei 2014



Hello there! Udah lama banget yaa event-nya, tp baru sempet sekarang nengokin blog ini lagi. Nggak papa deh, highlights-nya aja yang saya sharing. Mohon mangap fotonya seadanya.

Kenapa niat ikutan Pocari Sweat Run? Ini adalah pertama kali Pocari Sweat mengadakan event di Indonesia. Mungkin sebagai produsen minuman olahraga, mereka ngeliat pangsa pasar yang besar di negara kita, terlebih dengan adanya tren lari di Indonesia. Pocari Sweat mengambil moto #SAFERUNNING. Sebelumnya Pocari Sweat rajin menyelenggarakan event lari di Singapura sejak 2012. Pemenang race dan undian di Indonesia akan ikut serta di Pocari Sweat Run Singapore tgl 8 Juni 2014. Yang jelas sih saya tertarik karena kaosnya ada yang girl’s cut with V-neck, race pack OK, medalinya bagus serta penyelenggaraannya rapi. Ya iya sih, untuk ukuran race 10K biaya Rp250.000 termasuk ngga murah juga, jadi wajar untuk ngarep :p

Pocari Sweat Run (www.pocarisweat.co.id/run/info.php) adalah acara 10K pertama saya di tahun 2014, jadi pengennya saya sih saya bisa ngelakonin dg lebih baik dibanding Stanchard 10K dan Nike We Run 10K tahun lalu. Saya niatnya ngga pake jalan kaki sama sekali.

Proses pendaftaran berjalan mudah, ada diskon 10% buat group registration  temen-temen kantor jadi untuk 10K cuman bayar Rp225.000. Kaylia, Ihsan, dan Mba Siti ikut yang 5K. Race pack collection juga lancar. Pre-race entitlement  yang utama adalah T-Shirt Adidas warna biru (bagus deh kaosnya) dan waterbottle Pocari 1 liter. Yang lain saya dah lupa.

Pas hari H, jam 4-an pagi kita sekeluarga udah berangkat menuju Alam Sutera, Serpong. Kami disambut hujan yang cukup lebat. Setelah dapat parkir di basement mall Living World, kita sholat Subuh di mushola kecil di parkiran karena ikutan peserta lain. Padahal ada Executive Mushola  juga di lantai yang sama, yang lebih bersih dan nyaman. Ya sutra lah, namanya juga ngga tau karena ngga pernah ke mall tsb.

Race sempat ditunda sekitar 10-15 menit untuk menunggu peserta lainnya yang sempat terjebak hujan di perjalanan sekalian panitianya berusaha mengeringkan sebagian jalur awal supaya ngga licin. Akhirnya race 10K yang diikuti sekitar 2500an peserta dimulai jam 06.15. Kondisi sehabis hujan ternyata membawa berkah: udara lebih segar dan nggak terlalu panas.

Saya yang emang udah bawaannya lambat plus niat ngga pake jalan, ngambil posisi mojok aja di sisi kiri supaya ngga ngalangin jalan orang lain. Tapi lama-lama ngga enak juga ternyata, pandangan saya jadi kealingan orang di depan. Padahal saya seneng banget liat-liat pemandangan kompleks Alam Sutera yang rapi. Walhasil saya ambil jalur di tengah-tengah, orang yang mau nyalip bisa lari dari kiri atau kanan saya hehehe.


Water station (WS) menyediakan air mineral dan Pocari setiap 1,5 km. Biasanya kan di race lain minimal setiap 2,5 km. Wah hebat deh...namanya aja POCARI RUN, kita ngga bakal dehidrasi deh. Saya bawa botol minum sendiri dan baru berhenti di WS untuk isi ulang Pocari di KM7,5 dan minum.
Satu-satunya penampakan di Pocari Sweat Run 2014

Alhamdulillah, saya bisa finish urutan 1.838 dari 2.235 peserta 10K closed (hanya WNI) sesuai dengan target untuk tidak berjalan, kecuali minum beberapa detik. Catatan waktu chip 1 jam 30 menit. Saya udah pasrah, pasti ngga ada foto saya waktu finish karena biasanya fotografer race-nya udah bosen nungguin. Kelamaan sih... hahaha. Saya liat di photo gallery peserta yang difoto dengan tampang puas di finish line adalah yang finish time 10K-nya di bawah 1 jam (ada Rio Febrian juga lhoooo....*kedip-kedip*). Setelah finish, peserta mendapatkan medali finisher dan handuk dari Pocari (lagi-lagi warna biru). Senangnyaa....
 

Foto diambil dari website Pocari Sweat Run
Kombinasi antara cuaca yang bagus, hidrasi berlimpah, penyelenggaraan yang oke, jalur yang rata dan post-race entitlement yang menghibur itu menunjukkan kesuksesan Pocari Run di tahun 2014. All and all, kita sekeluarga happy deh.
Sekali keluar rumah, 2-3 acara dilakoni rombongan sirkus: lari, nengok keluarga di Tangerang, dan belanja bulanan.