Wednesday, November 21, 2012

EF Spelling Bee Regional 2012


Tanggal 6 Oktober 2012 lalu, Kay ikut Spelling Bee Regional EF 2012 Wilayah Kalimalang-Bekasi-Cikarang. Kegiatan itu dilaksanakan 2 tahun sekali, dengan biaya Rp.30ribu/peserta. Bagi yang ingin mengikuti program persiapan di EF Kalimalang, dipungut biaya Rp200ribu untuk 4 sesi masing-masng sekitar 30 menit.

Ingin rasanya saya katakan bahwa itu murni 100% keputusan Kay sendiri untuk berpartisipasi. Tapi itu sama dengan membelokkan fakta. Yang sebenarnya terjadi adalah Kay ragu-ragu untuk ikut. Dan seperti biasa, saya rajin memberikan sugesti bahwa tidak ada salahnya mencoba selama dia suka.

Ingin rasanya saya bilang bahwa secara alamiah Kay memang gadis cilik yang kompetitif dan menyukai segala bentuk lomba. Tapi itu juga tidak benar. Yang benar, Kay bilang “Aku tuh deg-degan, nervous, tegang banget, Bu, jadi antara seneng dan enggak seneng,” setiap kali mengikuti suatu kegiatan yang hasilnya bersifat menang-kalah. Seperti biasa juga, saya bilang deg-degan itu wajar, berarti dia punya motivasi untuk melakukan yang terbaik; menang kalah mah biasa, nggak usaha kuatir. 

Ingin rasanya saya mengklaim bahwa saya ibu yang baik, yang selalu mendahulukan kepentingan anak di atas segala-galanya. Tapi saya bakal malu berpikir demikian, karena nyatanya saya masih terus berperang dengan diri sendiri tentang pengasuhan anak yang benar dan sesuai untuknya. Nyatanya, saya bimbang antara mendukung Kay ikut spelling bee atau tetap jalan-jalan ke Bandung seperti sudah direncanakan sebelumnya. Itu semua gara-gara salah info. Ternyata Spelling Bee EF dilaksanakan tanggal 6 Oktober (dan bukan 20 Oktober seperti info awal). Hal itu baru diinformasikan last minute. Akhirnya malah Kay yang memutuskan, “Aku ikut spelling bee deh, Bu, tapi nggak papa kan kalo ternyata kalah, padahal kita udah nggak jadi ke Bandung.” Oh, my dearest angel.....

Seperti lomba dan acara anak yang bersifat massal lainnya, Spellling Bee EF 2012 ini juga didahului kekisruhan di ruang tunggu EF Kalimalang. Orang tua, kakak-adik dan nenek-kakek pengantar, peserta, dan panitia semua heboh dengan kepentingan masing-masing. Ada yang registrasi ulang, ada panitia teriak-teriak yang memanggil peserta, ada ortu yang memaksa masuk ke wilayah ujian penyisihan. Meski total peserta hanya sekitar 150 orang untuk 3 kelompok (A usia 6-8, B usia 9-11, C usia 12-15) tapi saking gerah, ribut, dan kacaunya pengaturan, suasana jadi kurang nyaman. Pertanyaan dalam benak saya adalah “Ini kan bukan pertama kali EF bikin acara, kok nggak dipikirin sih cara yang lebih baik?”

Segera saja saya berkenalan dengan seorang mama yang juga be-te dan kami langsung berkeluh kesah. As a permanent member of unpatient, demanding, grumpy parents club, I seemed to always find things to be improved or segments for immediate correction in every event. Complaining about how bad the organizers are, is the most natural, inescapable thing for parents in most of kids events.

Back to the contest.
Babak penyisihan pertama berupa tes mengeja 25 kata secara tertulis selesai dalam waktu 20 menit (lebih pendek dari waktu yang diperlukan Mbak-mbak MC untuk absen anak-anak). Kay keluar dari ruangan ujian Kelompok A bergandengan dengan salah satu teman sekolahnya (Balqis) dan seorang teman baru (Angel) sambil ketawa-ketiwi. Dari 50an peserta Kelompok A, 30 peserta lolos ke penyisihan tahap semifinal, termasuk Kay, Balqis, dan Angel. Kay nyengir lebar sambil melambai begitu namanya disebut. Saya terharu juga, sementara para ortu ngomel kiri kanan, anak-anak ternyata cukup menikmati kegiatan ini.

Saya perhatikan reaksi beberapa ortu yang anaknya belum berhasil ke babak selanjutnya di Kelompok A. Mereka menepuk-nepuk bahu anaknya, mengacungkan jempol, membisikkan kalimat penenang, memberi toss, atau mengeluarkan jurus-jurus sikap positif, lalu melangkah keluar ruangan dengan wajah tegak sambil menggandeng erat jemari kecil sang anak. You are already a winner, kid! Indeed they are.


Tahap semifinal juga berupa tes mengeja secara tertulis di ruangan tertutup. Alhamdulillah, Kay lolos dan maju ke babak Final-8 bersama Balqis dan 6 anak lainnya. Babak final ini dilaksanakan di sebuah panggung kecil. Dua orang juri dan satu pembaca soal adalah guru-guru perwakilan EF Kalimalang-Bekasi-Cikarang.

Babak final dimulai. Satu demi satu, anak-anak mendapat kesempatan mengambil kertas secara acak berisi sebuah kata dari mangkuk besar di meja juri. Secara total, setiap anak akan mendapat 4 kata untuk dieja pada tahap final pertama. Setelah pembaca soal membacakan kata tersebut, anak-anak harus menjawab dengan menyebutkan kata, mengejanya huruf demi huruf, dan menyebutkan kata itu kembali. Jika pada akhir kompetisi belum diperoleh peringkat 3 besar, maka akan dilakukan babak final tambahan.

Setiap kali Kaylia maju untuk mengambil gulungan kertas dari mangkuk itu, hati saya serasa berhenti berdenyut. Mak nyuuusss, begitu.... Tangan saya berkeringat dan terasa dingin. Kata pertama untuk Kaylia adalah “wonderful”. Kay mengejanya perlahan tapi pasti. Kata-kata berikutnya adalah “charger”, “dinosaur”, dan “chimpanzee”.

Although I felt that the competition was quite fair (no judge put advantage on certain participants, and no parent seemed to be in success of delivering unfair support), let me say that competition like this is also a matter of getting some luck. What’s the odd that your kids got familiar words so they could confidently and correctly spelled them right away? What’s the chance that your kids got out-of-nowhere words they barely heard or read?

The kids’ expression when they were expected to spell the peculiar words they never heard of was killing me. Some kids just opened their mouth without producing any sound. Some looking at the ceiling to find some clues. Some raised their eyebrows in shock and tried to make up some consonants and vowels into the nearest so-heard words. How are they suppose to know those awkward words? Ok... maybe I was a bit too much; those words were actually normal words that might be not in frequent use. I even have forgotten what the words were.

Another drawback was that some judges were not sensitive enough in delivering their judgement when the young kids spelled it incorrectly. They should have made warmer and more encouraging comments and feedback. It took everything for them to stand up tall there, mister! And it was not even their first language. So the point I should always put in mind is: expecting the unexpected (including unluckiness, unfairness, discouragement and other hasle situation) always be a great policy as complement of “being-ready-is-always-good” policy.

Kombinasi dari kepercayaan diri, persiapan ala kadar (karena menurut saya, kayanya nggak ada persiapan yang lebih baik untuk lomba mengeja bahasa Inggris selain banyak membaca buku, banyak berbicara, banyak mendengar, dan banyak menulis dalam bahasa Inggris), dan segenggam keberuntungan ternyata mengantar Kay menjadi pemenang pertama kompetisi regional 2012 ini. Dia terlihat bahagia sekali, lalu tersenyum malu-malu ketika menerima piala dan hadiah uang sebesar Rp500.000,00. 

Sepanjang perjalanan pulang Kay bercerita bahwa uang itu seakan-akan pengganti atas sebagian tabungannya yang dia berikan untuk turut berqurban tahun ini. Ketika saya tanya bagaimana perasaaannya di babak final, dia nyeletuk “Ya, deg-degan lah. Makanya setiap mau ambil gulungan kertas, aku baca Bismillah. Ketika Mr. James mau baca kata-katanya, aku baca Bismillah lagi. Aku sampai lupa bernapas. Untung banget deh, aku tahu semua kata-katanya. Jadi aku menang karena Bismillah, Bu.....

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT berulang kali saya panjatkan. Selain bersyukur atas kemenangan Kay, saya juga bangga atas keberanian Kay mengambil keputusan untuk ambil bagian, atas kepercayaan dirinya untuk tegak berdiri di atas panggung, mengalahkan keraguan dan ketakutannya, atas pilihan sikapnya untuk mengingat Allah SWT di saat dia membutuhkan pertolongan.

Selamat untukmu, Kay. Semoga langkah kecil ini bisa jadi kenangan yang indah serta memberi harapan dan keyakinan diri bahwa apapun impianmu, kau akan bisa menggapainya.

2 comments:

  1. Uang 500 ribu nya sama Kay akhirnya dibeliin apa? Hihihi.. Seru ya?

    ReplyDelete
  2. Jatah preman emaknya...hahaha, maunya... Ngga ding, ditabungin dong, say...

    ReplyDelete