Pak Han menemukan satu-satunya kebahagiaan hidup pada saat minum bir
sampai mabuk. Namun ia memutuskan berhenti minum alkohol. Mengetahui bahwa
kondisi kesehatan mentalnya bisa merusak cita-cita mereka, dia rajin menjalani
pengobatan dan belajar mengendalikan emosinya yang meledak-ledak. Di tengah
perasaan sebagai penulis yang gagal total, Pak Han bangkit dan merumuskan
tujuan hidup yang jelas demi anak-anak. Dari tulisannya, terbaca Pak Han tetap
memelihara rasa humornya, terutama dengan menertawakan diri sendiri.
Pak Han mengingatkan bahwa apapun pekerjaan, kebiasaan, gaya hidup,
pandangan hidup, arti kesuksesan/kegagalan orang tua akan ditiru secara alamiah
oleh anak-anaknya. Orang tua yang sukses dalam profesinya akan mendukung
anaknya memilih profesi yang sama, sementara itu anaknya secara alami juga akan
memandang profesi tersebut sebagai bukti keberhasilan hidup (jadi nggak heran
ya, anak Presiden kepingin juga jadi presiden). Sedangkan orang tua yang merasa
gagal dalam pekerjaannya akan melarang anaknya melakukan pekerjaan yang sama,
karena secara umum orang tua tersebut merasa tidak mengetahui atau memiliki apa
yang diperlukan untuk menjadi sukses. Jadi sebaiknya orang tua harus berusaha
menjadi representasi suatu keberhasilan atau kesuksesan hingga anak-anak punya
keyakinan terhadap ortu dan dirinya sendiri.
“Tak usah malu.
Demi anakmu, banyaklah belajar dan bertanya kepada ahlinya”
Pak Han sadar, dia bukan orang tua yang tahu segalanya, terutama
tentang pendidikan akademis. Karena itu ia tidak ragu menghubungi dan bertanya
kepada berbagai pihak yang menurutnya bisa memberikan pencerahan. Dia
terinspirasi para pelatih baseball
dan berbesar hati karena para pelatih terbaik umumnya dahulu bukan merupakan
pemain bintang. Dia banyak membaca mengenai apa yang harus dilakukan seorang
pelatih olahraga. Kesimpulannya, untuk mencetak seorang pemain bintang maka dia
harus berperan sebagai pelatih yang tegas, disiplin, dan obyektif; bukan
sebagai orangtua yang sering dibiaskan oleh perasaan.
Ketika Pak Han bingung darimana harus memulai sebagai pelatih belajar
bagi Geoul, dia menelpon keponakannya dan mendapat pencerahan: ingatkan anak
untuk selalu menatap guru ketika guru menerangkan materi karena daya ingat anak
akan lebih kuat ketika kenangannya diperkaya dengan intonasi, ekspresi dan
gerakan tambahan dari sang guru. “Paman, dorong Geoul untuk bertanya langsung
kepada guru di luar sesi pelajaran ketika mendapati kesulitan” demikian
kira-kira saran berikutnya dari sang keponakan.
Selain itu, suruhlah anak membuat catatan pribadi pada buku pelajaran.
Catatan pribadi itu bisa berupa coretan, singkatan, angka atau apapun yang
membantu anak memahami serta mengingat kembali konsep yang diajarkan.
Geoul pernah diminta Pak Han untuk membandingkan buku teks pelajarannya
dengan buku pelajaran siswa rangking 1 di sekolahnya. Perbedaannya nyata: buku
teks anak rangking 1 dipenuhi berbagai tulisan, coretan, gambar, dan komik yang
menunjukkan proses pengolahan dan penyimpanan informasi yang berlangsung dalam
otak anak itu, sementara buku teks milik Geoul terlihat putih bersih, bagai belum
pernah digunakan. Sejak Geoul belajar membuat catatan pribadi di buku teks,
hasil ujiannya sedikit demi sedikit meningkat.
Pak Han juga meminta nasihat dari beberapa orang lainnya yang dianggap
lebih paham mengenai daftar buku sastra yang direkomendasikan dan cara belajar
bahasa Inggris yang efektif. Intinya, Pak Han tidak ragu dan malu untuk mencari
bantuan serta menambah pengetahuannya sebagai orang tua.
Meskipun membuat kupingnya panas, Pak Han berusaha mengerti bahasa
anak-anak dan berbicara dalam bahasa mereka dengan cara menguping pembicaraan remaja di
kendaraan umum, restoran, dll. Pada
dasarnya, remaja menggunakan kata-kata umpatan sebagai subyek, predikat, kata
sifat dan sekaligus kata keterangan dalam kalimat mereka. Pak Han juga belajar menyukai makanan kesukaan anak agar anak
merasa bahwa mereka bisa berteman. Ketika terjadi permasalahan yang pelik, Pak
Han biasanya memancing solusi dari anak dengan cara bercerita kisahnya sendiri di
masa kecilnya . Waktu yang pas untuk berkomunikasi dari hati ke hati dengan
anak adalah saat kedua pihak sedang tidak marah. Pak Han mengajak Geoul bersantai
dengan berjalan-jalan dan hiking untuk
berdiskusi.
Ketika kita sudah kepepet, maka kita akan menjadi kreatif. Karena
keterbatasan biaya, Pak Han dan anak-anak merencanakan acara liburan seru berbiaya rendah. Pak Han memanfaatkan acara
dokumenter di TV sebagai salah satu media belajar bagi anak-anaknya. Meskipun
awalnya mengomel, tapi lama-kelamaan anak-anaknya menyukai acara tamasya mereka
ke museum/galeri dan pertunjukan seni (musik, drama, instalasi, dll). Pak Han juga rajin mengunjungi perpustakaan
di kotanya untuk meminjam buku-buku pilihan yang berkualitas.
Mengajak anak suka
membaca koran
Pak Han ingat bahwa meskipun ia sendiri tidak pandai, tapi sejak kecil
ia suka membaca koran. Hal itulah yang menyelamatkannya dari jurang kebodohan
dan memberikan bekal baginya sebagai seorang penulis. Karena itulah Pak Han
menyuruh Geoul membaca kliping kolom dari 2 koran terbaik di kotanya. Selama 2
bulan Pak Han menyusun kliping itu dari hari ke hari, tapi Geoul tidak kunjung
membaca satu halaman pun. Setelah pembicaraan yang serius dengan sang ayah,
dengan enggan Geoul akhirnya mulai membaca kliping kolom koran tersebut hingga
suatu saat ia bertanya pada Pak Han, “Ayah, apa pendapat Ayah tentang hukuman
mati?” Berbagai materi kliping koran yang dipilih Pak Han menjadi pencetus
diskusi hangat di antara mereka. Geoul
juga mulai gemar membaca setelah Pak Han membacakan sebuah buku yang sangat
menarik setelah makan malam. Bahkan ketika Geoul tidak memiliki waktu untuk
membaca sendiri, Pak Han membacakan buku selama Geoul makan.
Menumbuhkan empati
dan dukungan untuk anggota keluarga
Sedemikian telaten dan konsistennya Pak Han dan keluarga dalam
memastikan kesuksesan Geoul maka ketika musim ujian akan tiba, Pak Han
memberlakukan masa reses selama 20 hari sebelum hari ujian (conditioning). Tidak ada TV bagi seluruh
anggota keluarga dan tidak ada kegiatan lain selain belajar. “Umumnya anak-anak
akan gelisah dan mondar-mandir tidak jelas selama beberapa hari pertama, tapi
setelah mereka terbiasa mereka akan belajar dengan tekun dengan sendirinya.
Saya melihat bahwa anak yang malas sekalipun, pada saat SMA kelas 3 akan
terpaksa belajar karena tidak ada teman untuk diajak bermain,” demikian kutipan
pernyataan Pak Han. Di kala lain, ketika
Pak Han sedang kecewa karena karyanya ditolak penerbit, Geoul lah yang
menghibur dan menumbuhkan semangat untuk ayahnya.
Memastikan
anak-anak cukup istirahat dan mengenali cara terbaik mengatasi tekanan
Meski terlihat keras dan disiplin, Pak Han selalu memastikan anak-anak memperoleh jam tidur yang memadai. Rata-rata anak SMA di Korea Selatan baru sampai di rumah jam 10 malam
setelah mengikuti les atau belajar di perpustakaan. Setelah itu mereka masih harus
menyelesaikan PR sekolah sehingga umumnya mereka tidur lewat tengah malam.
Untungnya, anak-anak Korea Selatan masih bisa tidur sekitar 7 jam 32 menit karena
nggak masuk jam 06.30 pagi seperti anak sekolah negeri di Indonesia, hehe..