Saya yang penakut ini akhirnya memberanikan diri mencoba Mandiri Run 5K tanggal 26 Mei 2013. Nggak terlalu banyak persiapan ini-itu sih, soalnya niatnya adalah merasakan nuansa race lari barengan ratusan bahkan ribuan orang lain. Saya yakin pasti ada sesuatu yang membuat orang melakukannya lagi dan lagi. Kalau cuma lari 5K barangkali nggak usah nunggu ada race, tapi there’s something about the race that keep and stick people together (atau lebih tepatnya sendiri dalam kebersamaan serta bersama dalam kemandirian, soalnya kan larinya sendiri-sendiri juga hehe…).
Ternyata dugaan saya benar. Yaitu ada beberapa “sesuatu”. Yang pertama, butuh niat yang lebih dari sekedar mendaftar online, bayar, dan ambil race pack-nya. Banyak banget deh godaannya pas hari H itu. Bangun aja rasanya berat, masih ngantuk dan nggak rela mesti melek lebih pagi. Saya paksain mandi kilat biar seger pagi itu. Trus urusan transportasi ke lokasi race juga kadang jadi masalah tuh, terutama kalo males bawa mobil sendiri dan harus pakai taksi. Kuatir juga si taksi belum datang pada waktunya. Senewen deh. Untungnya pas Mandiri Run itu taksinya tepat waktu. Belum lagi keraguan menentukan mesti diisi apa ya perutnya? Sarapan ngga mungkin, ntar side stiches-nya bisa parah. Kalo minum kebanyakan juga ujungnya suka kebelet di lokasi race (susah cari toiletnya). Akhirnya saya balik ke selera asal: setangkup peanut butter sandwich plus secangkir teh manis. Lumayan nendang buat 1-2 jam di pagi hari. Terakhir, pas mendekati lokasi… hati makin deg-degan…alias nggak pede. Bisa-bisa pulang lagi tuh kalo jiwa pengecutnya dipiara. Untungnya saya berhasil mengalahkan negativity itu dan tiba dengan selamat di depan Senayan City. Itu aja udah boleh lho dianggap "kesuksesan" yang ingin diulang dan diulang lagi.
Kedua, seperti acara massal lainnya, acara lari ini juga ternyata jadi ajang bersosialisasi dan mejeng. Nggak seperti di Ragunan, kali ini saya berhasil ketemu beberapa orang teman kantor dan kenalan dengan teman baru. Seru deh…dengerin obrolan temen-temen ttg lari, lari, dan lari (3 orang pertama kenalan baru adalah peserta Bali Marathon kelas Half… jadi untuk 5K atau 10K mah mereka sangat “selektif”). Yang ngga kalah seru adalah sesi foto-fotonya sebelum race dimulai. Pada centil dan heboh deh.. hehehe.. terutama recreational runners. Apalagi dengan kostum dan aksesoris lari yang beragam dan keren. Alasan mereka “Soal lari belakangan, yang penting eksis dulu dooong”.
--Bareng Neng Yesi dan Ira--
Ketiga, pas lomba dimulai, dimulai juga tuh pelepasan dari segala kecamuk yang ada dalam pikiran saya. Ketidakyakinan bercampur keinginan. Hati panas didahului pelari lain versus kepala dingin untuk mempertahankan kecepatan lari yang stabil (alias alon-alon asal kelakon). Ambisi pribadi disandingkan dengan kenyataan. Waaahh pokoknya macem-macem deh. Makanya ada yang bilang bahwa sewaktu berlari, sesungguhnya mereka sedang berdialog dengan diri sendiri atau bermeditasi.
--mega-megap mau pengsan--Ternyata dugaan saya benar. Yaitu ada beberapa “sesuatu”. Yang pertama, butuh niat yang lebih dari sekedar mendaftar online, bayar, dan ambil race pack-nya. Banyak banget deh godaannya pas hari H itu. Bangun aja rasanya berat, masih ngantuk dan nggak rela mesti melek lebih pagi. Saya paksain mandi kilat biar seger pagi itu. Trus urusan transportasi ke lokasi race juga kadang jadi masalah tuh, terutama kalo males bawa mobil sendiri dan harus pakai taksi. Kuatir juga si taksi belum datang pada waktunya. Senewen deh. Untungnya pas Mandiri Run itu taksinya tepat waktu. Belum lagi keraguan menentukan mesti diisi apa ya perutnya? Sarapan ngga mungkin, ntar side stiches-nya bisa parah. Kalo minum kebanyakan juga ujungnya suka kebelet di lokasi race (susah cari toiletnya). Akhirnya saya balik ke selera asal: setangkup peanut butter sandwich plus secangkir teh manis. Lumayan nendang buat 1-2 jam di pagi hari. Terakhir, pas mendekati lokasi… hati makin deg-degan…alias nggak pede. Bisa-bisa pulang lagi tuh kalo jiwa pengecutnya dipiara. Untungnya saya berhasil mengalahkan negativity itu dan tiba dengan selamat di depan Senayan City. Itu aja udah boleh lho dianggap "kesuksesan" yang ingin diulang dan diulang lagi.
Ketiga, pas lomba dimulai, dimulai juga tuh pelepasan dari segala kecamuk yang ada dalam pikiran saya. Ketidakyakinan bercampur keinginan. Hati panas didahului pelari lain versus kepala dingin untuk mempertahankan kecepatan lari yang stabil (alias alon-alon asal kelakon). Ambisi pribadi disandingkan dengan kenyataan. Waaahh pokoknya macem-macem deh. Makanya ada yang bilang bahwa sewaktu berlari, sesungguhnya mereka sedang berdialog dengan diri sendiri atau bermeditasi.
Keempat, sensasi ketika kita mencapai finish. Apalagi ini baru pertama kali saya nyoba 5K non stop. Sayangnya, kesuksesan mencapai finish nggak dibarengi dengan hasil dokumentasi yang mengesankan. Lihat aja ekspresi dan postur tubuh saya ketika menginjak garis finish, udah loyo dan sempoyongan kaya gitu. Enggak gaya sama sekali. Padahal konon salah satu tips mengikuti race dengan sukses adalah finish STRONG and WITH STYLE!
Nggak papa deh. Yang penting finish. Catatan waktu 5K saya kali ini 41 menit 13 detik sudah sangat menghibur dan sungguh memberikan angin segar. Lumayan banget, secara jarang-jarang sanggup lari segitu lama !!!!
Itulah pengalaman ikutan race (resmi) pertama. Next time ajak-ajak Miss K, Babe, temen-temen ahh... Biar lebih seru. Lagian kan ngajakinnya ke hal yang enak... hehehe. Terbukti kok, lari 5K nggak bikin pingsan, menyenangkan, dan layak untuk dicoba. Niiih, buktinya...